Sabtu, 08 Oktober 2011

SEBENARNYA KEMANAKAH ORIENTASI KEHIDUPAN KITA...???

Dengan memuji Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang...



Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan segala kelengkapan yang sempurna; adanya 2 tangan yang kreatif, 2 kaki yang kuat, trampil, dan sanggup berdiri tegak dengannya, 2 mata yang lihai, 2 telinga yang cerdas, mulut yang bisa tersenyum, lidah yang lincah, dan yang terpenting adalah keberadaan akal dan hati di dalam tubuhnya... Sehingga, tidak heran jika dia menjadi makhluk yang terdepan diantara makhluk-makhluk yang lain di muka bumi ini, dan yang paling menguasai... 










Namun sayangnya, manusia juga memiliki lupa, lupa dari beberapa hal yang beragam nilai urgensinya, dari yang sepele sampai ia bisa lupa dari hal yang besar yang harusnya ia perhatian penuh kepadanya...

Tidakkah anda merasakan ini di dalam kehidupan Anda?

Anda lupa dari mengerjakan tugas, janji, meeting, meluangkan waktu untuk bersenang-senang bersama keluarga Anda, berkunjung ke sanak famili, menghubungi teman yang sakit dan menanyakan akan kesehatannya dan sebagainya... Ini menunjukkan bahwa manusia secara umum adalah makhluk yang pelupa...

Dan di sana ada perkara besar yang kebanyakan manusia melupakannya..., apakah itu? Yaitu, untuk apa sebenarnya dia hidup? Untuk apa dia berada di bumi ini? Untuk apa dia bekerja setiap harinya, pekerjaan yang melelahkan? Jika dia menjawab, "Untuk bersenang-senang!" Maka apa hasil akhir dari bersenang-senang ini? Apakah setiap hari dia akan seperti itu? Dan apakah hanya untuk ini dia ada?

Sebagian manusia ada yang berhasil mencapai taraf tinggi dalam harta, segalanya dia miliki; pekerjaan mapan dan sukses, rumah mewah, mobil berkelas, istri cantik, kehidupan yang serba royal, bersenang-senang, ke diskotik, tapi terkadang dia masih merasa ada hal lain yang belum ia miliki, dan dia akan merasa gundah akan hal ini... Sampai pun ia bersenang-senang dengan mengkonsumsi obat-obat terlarang semisal ekstasi dia tidak juga meraih hal ini, yaitu kepuasan yang hakiki... selalu dia merasa kurang dan kurang... Apakah gerangan? 











Apakah Anda termasuk salah satu orang yang merasakan hal ini? 

Ketahuilah sesungguhnya manusia itu benar-benar lupa untuk apa dia hidup di muka bumi ini...

Sampai-sampai diantara mereka ada yang melepas kehidupan yang berlandaskan norma-norma dan estetika, kehidupan normal... Maka Anda lihat dia lepas ke suatu pulau kecil yang dia beli, dan tidak ada siapa-siapa di situ kecuali dia dan atau orang-orang yang semisalnya. Maka dia hidup di sana dengan kehidupan ala hewan yang bebas tidak terbelenggu sesuatu apa pun, karena menurutnya hal itulah yang selama ini ia cari, kebebasan, kepuasan, kedamaian... bebas dari segala hal yang membelenggunya baik pekerjaan, masalah-masalah kehidupan, stres, berpikir keras, dll...

 Tapi ketika dia menjalaninya, ternyata dia tidak menemukan hal yang dicarinya... Hatinya masih terus mengingkari, maka dia kalut dan terjatuh dalam kebingungan... Apa gerangan dia, hal yang dia cari, yang belum dia miliki, yang menggelisahkan dia selama ini? 


















Ketahuilah wahai manusia, bahwa engkau telah mencukupi kebutuhan jasmani Anda; makanan, minuman, istri, harta, mobil, rumah, anak, dan semuanya, tapi sebenarnya itu hanya untuk memenuhi kepuasan jasmani Anda... Sementara tubuh Anda tidak terdiri dari jasmani saja... Anda memiliki hati, dan hati ini tidak akan terpuaskan dengan materi. Masalahnya dengan apakah hati akan menjadi puas sebagaimana perut Anda menjadi kenyang karena makanan, atau sebagaimana mata Anda menjadi puas karena melihat indahnya harta kekayaan Anda, dan istri, atau anak-anak yang berprestasi....? Tidakkah Anda menyadarinya?


Mari kita mengamati sedikit dari aktifitas hati kita, karena kita sebenarnya telah lupa dari mengamatinya saat-saat dia merasa puas. Apakah pernah Anda berjalan-jalan di hari libur Anda ke tempat-tempat hiburan bersama keluarga Anda, kemudian di sana Anda mendapati seorang peminta-minta sedang menunggu belas kasihan dari setiap orang yang lalu lalang, mungkin dia anak kecil atau orang tua yang jompo, atau orang yang cacat yang keadaannya sangat mengenaskan dan patut dikasihani, sehingga pemandangan yang Anda lihat ini membangunkan hati Anda untuk beraktifitas dengan jenis aktifitasnya tentunya, yang saya maksud adalah Anda akan merasa kasihan, hati Anda tergerak. 


















Maka Anda mengeluarkan beberapa lembaran uang dari dompet Anda atau beberapa potong makanan yang Anda bawa lalu Anda berikan kepadanya karena perasaan kasihan yang sedang terjadi pada hati Anda. Jika Anda menjawab panggilan hati dengan melakukan hal di atas, maka yang terjadi hati Anda akan merasa terpuaskan, hal ini terungkapkan dengan perasaan lega, tenang, senang, damai, haru yang semuanya bercampur menjadi satu. 
Ingatkah Anda dengan hal ini? Dan tahukah Anda bahwa yang semisal inilah makanan untuk hati Anda? Kalau Anda belum menyadari hal ini sebelumnya maka mulai sekarang cobalah untuk memperhatikan segala gerak-gerik hati Anda, dengan apakah dia menjadi tenang, damai, dan lega... 




Sengaja akan saya beritahukan sekarang apakah hal-hal lainnya yang menjadi menu santapan untuk hati Anda, dengan tanpa menunggu hasil penelitian Anda, karena hal itu akan sangat lama, sehingga akan membuat hati Anda semakin merana...

Sebenarnya, inti dari makanan hati adalah "kebaikan" yang Anda kerjakan... Ya, yang dikerjakan oleh segenap anggota tubuh; tangan, kaki, mata, telinga, kepala, otak, karena mereka ini sebenarnya adalah para pekerjanya, atau pembantunya yang melayaninya di setiap harinya sesuai dengan keinginannya yang hakiki... 







Kejadian Anda bersama peminta-minta di atas adalah salah satu wujud "kebaikan", dan masih banyak kebaikan-kebaikan yang lainnya yang perlu Anda ketahui.

Sebagian kebaikan-kebaikan ini telah diketahui dan disadari oleh akal sehat, yaitu kebaikan-kebaikan yang sudah diakui di masyarakat, dan siapa yang melakukannya maka orang akan memandangnya sebagai orang yang terpuji atau orang baik. Tapi, Anda harus tahu bahwa itu hanya sebagian kecil saja, karena akal manusia itu terbatas, begitu juga dengan pengetahuannya. 








Tidak semua hal dia ketahui. Tidak semua kebaikan dia sadari. Masih banyak sekali kebaikan-kebaikan yang lain, bahkan kebaikan yang sudah ia kenal dan ia kerjakan di setiap harinya terkadang bukanlah sebagai kebaikan dinilai dari ketidak adanya hasil yang dicapai berupa tujuan kita berbuat baik yaitu ketenangan hati sebagaimana yang telah kita bahas tadi. Salah satu penyebabnya adalah "ketidak sempurnaan" dalam kebaikan itu sendiri, misalnya ketidaadaan "ketulusan", "perasaan tanpa pamrih", "sukarela", sedangkan yang ada adalah perasaan "ingin dipuji oleh manusia", "ingin dikenal dermawan dan baik hati"... dsb. Inilah salah satu perusak kebaikan dengan melihat bahwa tujuan kebaikan tidak bisa dicapai karena adanya dia, dan Anda bisa membuktikan akan hal ini. Inilah sebuah fakta yang sungguh luar biasa, kenapa luar biasa? Karena ini menunjukkan bahwa hati memiliki rahasia-rahasia yang separuhnya masih dalam kegelapan, dalam relung-relung yang begitu dalam, menunggu untuk terkuak. Dan saya yakin tidak semua orang menyadari akan hal ini, dan mungkin termasuk Anda, bukankah seperti itu? Itulah mengapa tadi saya katakan bahwa banyak dari kebaikan yang tidak diketahui oleh manusia karena keterbatasan akal manusia. "Sukarela" dan "tanpa pamrih" adalah termasuk dalam kebaikan yang sedang kita bicarakan di sini, kebaikan yang bisa membuahkan "ketenangan" dan "ketentraman hidup", "kepuasan hakiki" dan Anda tidak menyadarinya sebelumnya... Dan saya, juga sama dengan Anda, sebelumnya saya juga tidak tahu, tapi kemudian saya menjadi tahu karena saya telah diberitahu. 
Dan saya telah banyak belajar darinya tentang macam-macam kebaikan ini yang sungguh luar biasa bagi saya dan harapan saya bagi Anda pula. Jika tiba waktunya nanti akan saya perkenalkan dia kepada Anda -semoga Tuhan menghendakinya-, karena saya memilih untuk mendahulukan memperkenalkan pengetahuannya daripada tentang dirinya. Yaitu pengetahuan tentang macam-macam kebaikan ini, kumpulan kata-kata yang bijaksana, mutiara-mutiara yang lebih dari sekedar filosofis (jika bisa dikatakan seperti itu), hal ini untuk meyakinkan Anda supaya tidak dikira omong kosong belaka.

Beliau banyak mengajarkan kepada saya macam-macam kebaikan yang bermanfaat buat hati kita. Kebaikan-kebaikan yang diantaranya belum dikenal oleh manusia saat ini. Beliau mengajarkan bahwa akhlaq yang baik itu termasuk kebaikan, seperti senyum dan bermanis muka ketika bertemu teman, jujur karena jujur akan mengantarkan kepada kebaikan. Berbuat baik kepada orang tua, baik perkataan atau perbuatan, seperti berbuat baik kepada keduanya, tidak membentaknya bahkan Anda tidak boleh mengatakan kepada keduanya, "Cis," apalagi sampai memukulnya, selayaknya Anda menghormatinya dan merendahkan diri dihadapannya, tidak mengangkat suara di depannya dan memotong pembicaraannya, tidak mendebatnya dan membohonginya, berterima kasih kepadanya dan mendo'akan kebaikan untuknya, menemaninya dengan baik, mentaatinya selama dalam kebaikan dan kebenaran, dan menjaganya terkhusus di masa tuanya, membantu keuangannya ketika membutuhkan, mendo'akannya setelah meninggalnya dan berbuat baik kepada sahabat-sahabatnya, serta menunaikan wasiatnya.Ini hanya gambaran global saja...

Berkaitan dengan kejujuran, maka sebelumnya saya akan bercerita tentang jujur yang ternyata bisa membawa kepada kebaikan. Pada zaman dahulu ada seorang Penguasa yang adil lagi baik hati. Pada suatu hari, datanglah kepadanya dua orang pemuda, sedangkan Sang Penguasa duduk dalam majelisnya. Keduanya menggiring seorang lelaki dari daerah pedalaman dan menghadapkannya kepada Sang Penguasa itu. Berkata Sang Penguasa, "Apa ini?"

"Wahai Pemimpin kami, dia telah membunuh bapak kami."

"Apakah benar kau telah membunuh bapak mereka?" Tanya Sang Penguasa kepada si terdakwa.

"Iya, aku telah membunuhnya."

"Bagaimana kau bisa membunuhnya?"

"Dia bersama unta-untanya telah memasuki tanah kawasanku. Maka, kularang dia, tapi dia tidak menggubris perintahku. Maka kulempar ia dengan batu dan mengenai kepalanya, maka matilah ia."

"Kau harus dihukum dengan yang setimpal... eksekusi..." Perintah Sang Penguasa

Keputusan belum ditulis, dan hukum yang benar tidak perlu perdebatan, Sang Penguasa tidak bertanya tentang keluarga lelaki ini, apakah dia berasal dari kaum yang mulia? Keluarga yang kuat? Atau apa kedudukannya di dalam masyarakat? Semua itu tidak dihiraukan oleh Sang Penguasa, karena ia hendak berlaku adil. Kalau saja putranya yang membunuh, sungguh akan dibalas dengan hukum yang serupa, dan pernah dahulu ia mencambuk putranya itu karena melakukan pelanggaran hukum.

Maka berkatalah si terdakwa, "Wahai Pemimpin kami, tapi aku memohon kepadamu supaya kau beri aku penangguhan hukuman selama semalam.. Aku akan pergi berpamitan kepada istri dan anakku, kemudian aku akan kembali kepadamu. Aku bersumpah bahwa mereka tidak memiliki keluarga lagi kecuali Tuhan kemudian aku."

Berkata Sang Penguasa, "Siapa yang akan menjaminmu agar kau pergi ke pedalaman sana, lalu kembali kepadaku?"

Maka seluruh orang yang hadir terdiam. Karena mereka tidak mengenalnya, dan tidak tahu pula dari daerah mana berasal, maka bagaimana mereka bisa menjaminnya? Ini bukan tentang jaminan dengan uang, atau tanah, atau ternak. Tapi ini adalah tentang jaminan dengan nyawa, artinya jika salah seorang menjaminnya dan dia pergi kemudian ternyata tidak kembali pada waktu yang ditentukan, maka nyawa si penjamin lah sebagai gantinya. Sementara tidak ada yang mampu membantah keputusan Sang Penguasa karena ini adalah demi keadilan. Sementara itu sebenarnya Sang Penguasa juga dalam kebingungan, apakah akan dibunuh lelaki ini sehingga semua anaknya akan meninggal kelaparan, atau dia biarkan lelaki itu pergi dengan tanpa ada penjamin sehingga akan tersia-sia darah korban pembunuhan ini? Orang-orang masih tetap diam. Maka Sang Penguasa menengok kepada kedua pemuda itu, "Maukah kalian memaafkannya?"

"Tidak, siapa yang membunuh bapak kami, dia harus dibunuh wahai Pemimpin."

Berkata Penguasa, "Siapa yang mau menjamin lelaki ini wahai para hadirin?"

Maka berdirilah salah seorang hadirin, seorang lelaki tua yang tampak sederhana, dan jujur, dia berkata, "Wahai Pemimpin, aku yang menjaminnya."

Berkata Sang Penguasa, "Dia ini telah membunuh."

"Walaupun telah membunuh." Jawab Bapak Tua

"Apakah engkau mengenalnya?"

"Aku tidak mengenalnya."

"Bagaimana engkau bisa menjaminnya?"

"Aku bisa melihat tanda-tanda kebaikan padanya, maka aku tahu kalau dia tidak akan berbohong, dia akan datang lagi jika Tuhan menghendaki."

Berkata Sang Raja, "Wahai Pak Tua, bagaimana menurutmu kalau dia tidak datang juga setelah tiga hari, apakah kau menyangka aku akan membiarkanmu?"

"Hanyalah Tuhan tempat berlindungku wahai Pemimpin kami."

Maka pergilah lelaki itu, dan Sang Penguasa memberinya tempo 3 hari. Dia persiapkan dirinya selama rentang waktu itu, dan mengucapkan selamat tinggal kepada anak-anaknya dan keluarganya, dan memikirkan bekal buat mereka setelah ini, untuk kemudian kembali lagi untuk dihukum mati karena dia telah membunuh seseorang.

Setelah berlalu tiga hari, Sang Penguasa tidak lupa akan janji ini. Di sore harinya, orang-orang dikumpulkan, dan datang pula kedua pemuda itu, dan juga Bapak Tua, lalu duduk di depan Sang Penguasa. Berkata Sang Penguasa, "Dimana lelaki itu?"

"Saya tidak tahu wahai Pemimpin." Kata Bapak Tua

Bapak Tua itu menoleh ke matahari yang seakan-akan berjalan begitu cepat tidak seperti biasanya. Dan diamlah seluruh manusia. Sungguh Bapak Tua itu memiliki tempat di hati Sang Penguasa, dan sungguh kalau mau Sang Penguasa akan memotong sebagian tubuhnya untuknya, akan tetapi ini adalah keadilan, ini adalah hukum, yang tidak bisa dipermainkan, dan diperdebatkan, dan tidak bisa berpilih kasih di dalamnya.

Sejenak sebelum terbenam matahari datanglah lelaki itu. Berteriaklah Sang Penguasa memuji Tuhan, dan bergemuruhlah suara manusia bersamanya.

Berkata Sang Penguasa, "Wahai Bapak, jika engkau tetap di pedalaman sana, kami tidak mengetahui dimana kau tinggal."

Berkata lelaki itu, "Wahai Pemimpin kami, Aku tidak khawatir dari Anda, tapi aku takut kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan yang terahasiakan!! Inilah aku wahai Pemimpin kami, aku tinggalkan anak-anakku bagaikan anak-anak burung, tidak ada air ataupun pohon di pedalaman sana. Dan aku datang agar aku dihukum mati."

Maka diam terpaku Sang Penguasa, lalu berkata kepada kedua pemuda, "Bagaimana menurut kalian berdua?"

Maka keduanya menangis terisak-isak sambil berkata, "Kami maafkan dia wahai Pemimpin kami, karena kejujurannya."

Berkata Sang Penguasa, "Mahabesar Tuhan!" Sedangkan air matanya berlinang-linang membasahi jenggotnya.

Berkata lagi Sang Penguasa, "Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian berdua wahai para pemuda atas maaf kalian. Dan semoga Tuhan juga membalas kebaikanmu wahai Bapak Tua di hari nanti yang penuh kesempitan karena kau telah melonggarkan kesempitan yang menimpa lelaki ini. Dan semoga Tuhan juga membalas kebaikanmu wahai Lelaki karena kejujuranmu dan tepat janjimu."

"Dan semoga Alloh juga membalas kebaikanmu wahai Pemimpin kami karena keadilanmu dan kasih sayangmu."





bersambung...........