Kisah Nabi Idris عليه السلام
[diterjemahkan
dari Kitab Qoshoshul Anbiyaa`hal. 77, karya Ibnu Katsir v]
Allah
Yang Mahatinggi berfirman:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
56.
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di
dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan
seorang Nabi.
57. Dan Kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
(QS. Maryam: 56-57)
Idris p telah dipuji oleh Allah dan
Dia sifati dengan kenabian lagi membenarkan, dialah yang bernama Hanokh itu.
Dia masih berada dalam satu garis keturunan dengan Rosululloh n berdasarkan apa
yang disebutkan oleh banyak Ulama Ilmu Nasab.
Dia
adalah Bani Adam yang pertama kali dianugerahi kenabian pasca Adam dan Syits e.
Ibnu
Ishaq telah menyebutkan bahwa dia adalah orang yang pertama kalinya menulis
dengan pena. Dan hidup sezaman dengan Adam selama 308 tahun akhir dari umur
Adam. Beberapa orang berkata bahwa dialah yang diisyaratkan di dalam hadits
Mu'awiyyah bin Al Hakam As Sulami tatkala Rosululloh n ditanya tentang "menulis
di atas pasir". Beliau menjawab, "Sesungguhnya dahulu ada seorang
Nabi yang menuliskannya, barangsiapa yang bisa menyamai tulisannya maka
itulah."[1]
Banyak
dari ulama tafsir dan hukum menyangka bahwa beliau adalah orang yang pertama
kalinya berbicara dalam masalah itu, mereka menamainya Hermes al Haramisah (Trismegistus), namun mereka membuat kebohongan yang banyak atas namanya,
sebagaimana kebohongan yang mereka perbuat atas nama para nabi, ulama,
orang-orang bijak, dan para wali.
Dan
makna firman-Nya:
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
"Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang
tinggi."
Yaitu sebagaimana yang telah tertetapkan di dalam
Ash-Shohihain (Shohih Bukhori dan Shohih Muslim) tentang hadits Isro` Mi`raj
bahwa Rosululloh n telah berpapasan dengannya di langit yang keempat.
Ibnu
Jarir telah meriwayatkan dari Yunus dari 'Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, dari
Jarir bin Hazim, dari Al A'masy, dari Syimr bin 'Athiyyah, dari Hilal bin Yasaf
dia berkata: Ibnu 'Abbas telah bertanya kepada Ka'ab dan aku hadir waktu itu,
dia berkata: "Apa makna firman Allah Yang Mahatinggi tentang Idris:
"Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
"Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
Maka, Ka'ab berkata: "Adapun Idris maka
sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadanya: "Sesungguhnya Aku akan
mengangkat untukmu setiap harinya semisal seluruh amalan anak-anak Adam,"
–sepertinya yang dimaksud adalah anak-anak Adam di zamannya- kemudian dia suka
jika bertambah amalannya. Maka datanglah sahabat karibnya dari kalangan
malaikat, lalu [Idris] berkata: "Sesunguhnya Allah telah mewahyukan
kepadaku demikian dan demikian, maka bicaralah dengan Malaikat Maut supaya
menangguhkan kematianku supaya aku bisa menambah amalan. Maka sang Malaikat
membawanya di antara kedua sayapnya [di atas punggungnya] kemudian membawanya
naik ke langit. Hingga ketika telah sampai langit keempat keduanya bertemu
dengan Malaikat Maut yang sedang turun, maka dia [Sang Malaikat] berbicara
dengan Malaikat Maut perihal yang dibicarakan oleh Idris, lalu dia berkata:
"Dan dimanakah Idris?"
Dia
berkata, "Ini dia di atas punggungku."
Malaikat
Maut berkata, "Menakjubkan. Aku diutus, dan difirmankan kepadaku,
"Cabutlah ruh Idris di langit yang keempat." Maka aku mulai berkata,
"Bagaimana aku mencabut ruhnya di langit yang keempat sedangkan dia di
bumi?" Lalu dia mencabut ruhnya di sana. Maka itulah yang dimaksud dengan
firman Allah:
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
"Dan
kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
Hal itu
diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Hatim di dalam kitab tafsirnya. Disebutkan di
dalamnya:
"Maka
dia berkata kepada Malaikat itu: "Tanyakanlah untukku, "Wahai Malaikat
Maut, berapa umurku yang tersisa?" Maka dia menanyainya sedangkan Idris
bersamanya, "Berapa umurnya yang tersisa?" Maka dia berkata,
"Aku tidak tahu hingga aku lihat." Lalu dia melihat, lalu berkata,
"Sesungguhnya engkau bertanya kepadaku tentang seorang lelaki yang tidak
tersisa dari umurnya kecuali sekejap saja. Maka Malaikat itu melihat ke Idris
yang berada di bawah sayapnya, ternyata sudah dicabut nyawanya tanpa dia rasa.
Ini termasuk berita israiliyyat dan mengandung
kemungkaran di dalam sebagian lafalnya.
Ibnu
Abi Najih berkata dari Mujahid di dalam firmanNya:
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Dia berkata: "Idris telah diangkat dan dia
belumlah wafat seperti pengangkatan Isa." Jika yang dia inginkan Idris
belum meninggal hingga sekarang maka hal itu perlu diteliti, dan jika yang dia
inginkan bahwa Idris diangkat ke langit dalam keadaan hidup lalu dicabut di
sana, maka itu tidak bertentangan dengan berita Ka'b Al Ahbar yang telah
lalu .. Wallahu a'lam.
Al
'Aufi berkata dari Ibnu 'Abbas tentang firmanNya:
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Yaitu diangkat ke langit keenam kemudian meninggal di
sana, Adh Dhohak juga mengatakan demikian. Hadits muttafaq 'alaih yang
menerangkan bahwa dia di langit keempat lebih shahih, dan itu adalah perkataan
Mujahid dan yang selainnya. Hasan Al Bashri berkata:
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Yaitu: ke surga. Dan beberapa orang berkata: Diangkat
di masa bapaknya hidup (Yard bin Mahlael) .. Wallahu A'lam. Sebagian mereka
berpendapat bahwa Idris tidak hidup sebelum zaman Nuh, bahkan di zaman Bani
Israel.
Bukhori
berkata: Dan disebutkan dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas: bahwa Ilyas adalah
Idris, dalam hal ini mereka mendapatkannya dari hadits Az Zuhri dari Anas
tentang Isra` Mi`raj yaitu ketika beliau [Nabi Muhammad n] melewatinya [Idris]
p beliau [Idris] berkata: "Selamat datang bagi Saudara
yang shaleh dan Nabi yang shaleh," dan tidak berkata seperti yang
diucapkan oleh Adam dan Ibrohim [e]: "Selamat datang
untuk Nabi yang shaleh dan anak yang shaleh." Mereka berkata: Jika
seandainya beliau [Nabi Idris p] berada dalam garis
nasabnya niscaya akan berkata seperti yang diucapkan oleh keduanya kepada
beliau [Nabi Muhammad n].
Ini
tidak mengindikasikan yang demikian, tidak mungkin demikian, karena perowi
tidak menghapalnya dengan baik, atau barangkali dia mengatakannya untuk
bertawadhu', dan tidak tegak untuknya kedudukan sebagai bapak sebagaimana tegak
untuk Adam Bapak Manusia, dan Ibrohim Kholilur Rohman Ulul 'Azmi yang
terbesar setelah Muhammad .. Semoga shalawat senantiasa tercurahkan atas
mereka semua.
***
[1] [Ibnu Kholdun berkata di dalam Muqoddimahnya:
"Dahulu kala ada seorang Nabi yang menulis lalu datanglah wahyu kepadanya
melalui tulisan itu, dan tidak mustahil jika hal itu menjadi adat bagi sebagian
para nabi. "Maka barangsiapa yang bisa menyamai tulisannya maka
itulah," maksudnya: dia telah benar jika saja dikuatkan oleh wahyu yang
telah datang kepada Nabi itu, yang mana adatnya wahyu datang kepadanya melalui
tulisan. Adapun jika orang itu hanya mengambil dari tulisan saja dengan tanpa
bersesuaian dengan wahyu maka tidak benar. (hal. 112)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar