Jumat, 27 April 2012

Fiqih Kontemporer: MENJUAL BARANG YANG BELUM DIMILIKI MELALUI SITUS?

بسم الله الرحمن الرحيم

CONTOH KASUS: Si A (penjual) memasang iklan barang dagangannya di situs, namun hakikatnya ia belum memiliki barang tersebut (tidak tersedia) hingga ada pembelian. Misalkan ada pembeli (si B) mengirimkan aplikasi permohonan barang kepada si A, maka si A menghubungi pemilik barang yang sesungguhnya (si C) tanpa melakukan akad jual beli, namun hanya sebatas konfirmasi keberadaan barang. Setelah si A yakin stock masih ada lalu ia meminta si B (pembeli) agar mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah si A menerima uang barulah ia membeli barang tersebut (dari si C) dan mengirimkankannya kepada si B.

APA HUKUM AKAD JUAL BELI SEPERTI INI?

JAWAB:
TIDAK SAH, karena ia menjual barang yang bukan miliknya. Akad ini mengandung unsur GHOROR (ketidak jelasan akibat), disebabkan ketika akad berlangsung penjual (Si A) belum bisa memastikan apakah barang dapat ia kirimkan kepada pembeli (Si B) ataukah tidak?

DALIL:
1. Kesepakatan ulama.
2. Diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam rodhiyallohu 'anhu dia berkata: “Wahai Rosululloh, seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut tidak sedang kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang diinginkannya dari pasar? Maka Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam menjawab: “Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!” (HR. Abu Daud, hadits ini dishohihkan oleh Al Albani).

SOLUSI SYAR'I:
Agar jual beli ini menjadi sah, pemilik situs (si A) dapat melakukan langkah-langkah berikut ini:
1. Beritahu setiap calon pembeli bahwa penyediaan aplikasi permohonan barang bukan berarti ijab dari penjual (si A/ pemilik situs).
2. Setelah calon pembeli (si B) mengisi aplikasi dan mengirimkannya, si A tidak boleh menerima langsung akad jual beli. Akan tetapi ia beli terlebih dahulu barang tersebut dari pemilik barang sesungguhnya (si C) dan si A kemudian menerima barang tersebut. Kemudian baru ia jawab permohonan pembeli (si B) dan memintanya untuk mentransfer uang ke rekening miliknya. Lalu barang dia kirimkan kepada pembeli (si B).

UNTUK MENGHINDARI KEMUNGKINAN KERUGIAN yaitu akibat pembeli via internet (si B)  menarik keinginannya untuk membeli selama masa tunggu, sebaiknya penjual di situs (si A) mensyaratkan kepada pemilik barang (si C) bahwa ia berhak mengembalikan barang selama 3 hari sejak barang dibeli, ini yang dinamakan KHIYAR SYARAT.

KESIMPULAN: Jika langkah-langkah solusi di atas diikuti maka jual belinya menjadi SAH dan keuntungannya menjadi HALAL.

CATATAN: Namun hal yang perlu diingat oleh penjual (si A) adalah dia sudah harus menjelaskan spesifikasi barangnya di situsnya itu secara lengkap dan jelas, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi harga barang. Karena ketika tidak ia jelaskan berarti terdapat unsur GHOROR di dalam jual belinya.

Sumber: Harta haram Muamalat Kontemporer oleh DR. Erwandi Tarmizi حفظه الله, hal. 208. Dengan beberapa perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar