Selasa, 28 April 2015

Kisah NABI IDRIS di dalam kitab Qoshoshul Anbiyaa` karya Ibnu Katsir

Pembahasan ke-2:



Kisah Nabi Idris عليه السلام



[diterjemahkan dari Kitab Qoshoshul Anbiyaa`hal. 77, karya Ibnu Katsir v]

          Allah Yang Mahatinggi berfirman:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا


56. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi.

57. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.

(QS. Maryam: 56-57)

Idris p telah dipuji oleh Allah dan Dia sifati dengan kenabian lagi membenarkan, dialah yang bernama Hanokh itu. Dia masih berada dalam satu garis keturunan dengan Rosululloh n berdasarkan apa yang disebutkan oleh banyak Ulama Ilmu Nasab.

          Dia adalah Bani Adam yang pertama kali dianugerahi kenabian pasca Adam dan Syits e.

          Ibnu Ishaq telah menyebutkan bahwa dia adalah orang yang pertama kalinya menulis dengan pena. Dan hidup sezaman dengan Adam selama 308 tahun akhir dari umur Adam. Beberapa orang berkata bahwa dialah yang diisyaratkan di dalam hadits Mu'awiyyah bin Al Hakam As Sulami tatkala Rosululloh n ditanya tentang "menulis di atas pasir". Beliau menjawab, "Sesungguhnya dahulu ada seorang Nabi yang menuliskannya, barangsiapa yang bisa menyamai tulisannya maka itulah."[1]

          Banyak dari ulama tafsir dan hukum menyangka bahwa beliau adalah orang yang pertama kalinya berbicara dalam masalah itu, mereka menamainya Hermes al Haramisah (Trismegistus), namun mereka membuat kebohongan yang banyak atas namanya, sebagaimana kebohongan yang mereka perbuat atas nama para nabi, ulama, orang-orang bijak, dan para wali.

          Dan makna firman-Nya:

وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
             
          "Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."

Yaitu sebagaimana yang telah tertetapkan di dalam Ash-Shohihain (Shohih Bukhori dan Shohih Muslim) tentang hadits Isro` Mi`raj bahwa Rosululloh n telah berpapasan dengannya di langit yang keempat.

          Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Yunus dari 'Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, dari Jarir bin Hazim, dari Al A'masy, dari Syimr bin 'Athiyyah, dari Hilal bin Yasaf dia berkata: Ibnu 'Abbas telah bertanya kepada Ka'ab dan aku hadir waktu itu, dia berkata: "Apa makna firman Allah Yang Mahatinggi tentang Idris: 

"Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
 
Maka, Ka'ab berkata: "Adapun Idris maka sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadanya: "Sesungguhnya Aku akan mengangkat untukmu setiap harinya semisal seluruh amalan anak-anak Adam," –sepertinya yang dimaksud adalah anak-anak Adam di zamannya- kemudian dia suka jika bertambah amalannya. Maka datanglah sahabat karibnya dari kalangan malaikat, lalu [Idris] berkata: "Sesunguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku demikian dan demikian, maka bicaralah dengan Malaikat Maut supaya menangguhkan kematianku supaya aku bisa menambah amalan. Maka sang Malaikat membawanya di antara kedua sayapnya [di atas punggungnya] kemudian membawanya naik ke langit. Hingga ketika telah sampai langit keempat keduanya bertemu dengan Malaikat Maut yang sedang turun, maka dia [Sang Malaikat] berbicara dengan Malaikat Maut perihal yang dibicarakan oleh Idris, lalu dia berkata: "Dan dimanakah Idris?"
         
           Dia berkata, "Ini dia di atas punggungku."

          Malaikat Maut berkata, "Menakjubkan. Aku diutus, dan difirmankan kepadaku, "Cabutlah ruh Idris di langit yang keempat." Maka aku mulai berkata, "Bagaimana aku mencabut ruhnya di langit yang keempat sedangkan dia di bumi?" Lalu dia mencabut ruhnya di sana. Maka itulah yang dimaksud dengan firman Allah:

وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
             
            "Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."

          Hal itu diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Hatim di dalam kitab tafsirnya. Disebutkan di dalamnya:

          "Maka dia berkata kepada Malaikat itu: "Tanyakanlah untukku, "Wahai Malaikat Maut, berapa umurku yang tersisa?" Maka dia menanyainya sedangkan Idris bersamanya, "Berapa umurnya yang tersisa?" Maka dia berkata, "Aku tidak tahu hingga aku lihat." Lalu dia melihat, lalu berkata, "Sesungguhnya engkau bertanya kepadaku tentang seorang lelaki yang tidak tersisa dari umurnya kecuali sekejap saja. Maka Malaikat itu melihat ke Idris yang berada di bawah sayapnya, ternyata sudah dicabut nyawanya tanpa dia rasa.
Ini termasuk berita israiliyyat dan mengandung kemungkaran di dalam sebagian lafalnya.
          Ibnu Abi Najih berkata dari Mujahid di dalam firmanNya:

وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا

Dia berkata: "Idris telah diangkat dan dia belumlah wafat seperti pengangkatan Isa." Jika yang dia inginkan Idris belum meninggal hingga sekarang maka hal itu perlu diteliti, dan jika yang dia inginkan bahwa Idris diangkat ke langit dalam keadaan hidup lalu dicabut di sana, maka itu tidak bertentangan dengan berita Ka'b Al Ahbar yang telah lalu .. Wallahu a'lam.

          Al 'Aufi berkata dari Ibnu 'Abbas tentang firmanNya:

وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا

Yaitu diangkat ke langit keenam kemudian meninggal di sana, Adh Dhohak juga mengatakan demikian. Hadits muttafaq 'alaih yang menerangkan bahwa dia di langit keempat lebih shahih, dan itu adalah perkataan Mujahid dan yang selainnya. Hasan Al Bashri berkata:

 وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا

Yaitu: ke surga. Dan beberapa orang berkata: Diangkat di masa bapaknya hidup (Yard bin Mahlael) .. Wallahu A'lam. Sebagian mereka berpendapat bahwa Idris tidak hidup sebelum zaman Nuh, bahkan di zaman Bani Israel.

          Bukhori berkata: Dan disebutkan dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas: bahwa Ilyas adalah Idris, dalam hal ini mereka mendapatkannya dari hadits Az Zuhri dari Anas tentang Isra` Mi`raj yaitu ketika beliau [Nabi Muhammad n] melewatinya [Idris] p beliau [Idris] berkata: "Selamat datang bagi Saudara yang shaleh dan Nabi yang shaleh," dan tidak berkata seperti yang diucapkan oleh Adam dan Ibrohim [e]: "Selamat datang untuk Nabi yang shaleh dan anak yang shaleh." Mereka berkata: Jika seandainya beliau [Nabi Idris p] berada dalam garis nasabnya niscaya akan berkata seperti yang diucapkan oleh keduanya kepada beliau [Nabi Muhammad n].

          Ini tidak mengindikasikan yang demikian, tidak mungkin demikian, karena perowi tidak menghapalnya dengan baik, atau barangkali dia mengatakannya untuk bertawadhu', dan tidak tegak untuknya kedudukan sebagai bapak sebagaimana tegak untuk Adam Bapak Manusia, dan Ibrohim Kholilur Rohman Ulul 'Azmi yang terbesar setelah Muhammad .. Semoga shalawat senantiasa tercurahkan atas mereka semua.

***


[1] [Ibnu Kholdun berkata di dalam Muqoddimahnya: "Dahulu kala ada seorang Nabi yang menulis lalu datanglah wahyu kepadanya melalui tulisan itu, dan tidak mustahil jika hal itu menjadi adat bagi sebagian para nabi. "Maka barangsiapa yang bisa menyamai tulisannya maka itulah," maksudnya: dia telah benar jika saja dikuatkan oleh wahyu yang telah datang kepada Nabi itu, yang mana adatnya wahyu datang kepadanya melalui tulisan. Adapun jika orang itu hanya mengambil dari tulisan saja dengan tanpa bersesuaian dengan wahyu maka tidak benar. (hal. 112)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar